CILEGON, KBN.Com - Dicky Mardiana, Direktur HRGA PT Krakatau Posco, tidak memenuhi panggilan klarifikasi Polres Cilegon pada 18 Maret 2025. Klarifikasi ini terkait pernyataannya mengenai adanya dugaan "jatah preman" (Japrem) sebesar 20 USD per MT yang dikalikan dengan 500.000 MT per tahun dari kuota penjualan baja lokal PT Krakatau Posco kepada PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Karena ketidakhadiran Dicky Mardiana, pihak PT Krakatau Posco mengajukan permohonan penundaan klarifikasi hingga setelah Hari Raya Idul Fitri.
Meski demikian, Polres Cilegon telah memanggil empat saksi yang siap memberikan keterangan.
Ahmad Munji, salah satu saksi, mengatakan bahwa mereka akan menyampaikan apa yang mereka dengar langsung dari Dicky Mardiana.
Menurutnya, pernyataan tersebut perlu diselidiki lebih lanjut, karena dapat menandakan adanya praktik yang merugikan negara.
Pernyataan Dicky Mardiana menyebutkan angka 20 USD per MT yang dikalikan 500.000 MT per tahun, yang setara dengan sekitar 150 miliar rupiah per tahun. Jika terbukti benar, hal ini bisa berdampak besar pada citra PT Krakatau Steel dan berisiko merugikan keuangan negara.
Kasus serupa sebelumnya telah mencuat, termasuk sejumlah proyek besar di PT Krakatau Steel yang terindikasi korupsi, yang berujung pada kerugian besar dan ancaman kebangkrutan perusahaan.
Oleh karena itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam memberikan dukungan atau suntikan dana ke PT Krakatau Steel.
Pernyataan Dicky Mardiana yang kontroversial ini menambah ketidakpastian, terutama mengingat dia sebelumnya memulai karir di PT Krakatau Steel.
Masalah ini perlu ditangani dengan transparansi untuk menjaga kredibilitas perusahaan dan melindungi kepentingan negara.
(Red*)
Posting Komentar