CILEGON, KBN.Com – Lambannya penanganan kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada Kota Cilegon oleh Bawaslu memicu kemarahan dan kecurigaan masyarakat.
Hingga kini, belum ada kejelasan mengenai apakah pelanggaran tersebut telah dilaporkan secara resmi ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), meskipun wartawan telah meminta klarifikasi.
Bawaslu sendiri tidak mampu menunjukkan surat tanda terima pelaporan yang seharusnya diterima dari BKN, menambah tanda tanya atas proses tersebut.
Dalam upaya memberikan penjelasan, Eneng Nurbaeti, Kepala Divisi Penanganan Pelanggaran Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Cilegon, mengungkapkan bahwa kasus tersebut telah diteruskan ke sistem Sistem Penanganan Bersama (SBT), sebuah mekanisme yang diinisiasi oleh BKN untuk menangani masalah netralitas ASN. Namun, penjelasan tersebut tidak cukup meredakan kecurigaan yang berkembang.
"Insya Allah, bulan ini kami akan bersilaturahmi dengan BKN," ujar Eneng, dalam wawancara melalui pesan WhatsApp pada Kamis (20 Februari 2025), bertepatan dengan pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon di Istana Kepresidenan Jakarta.
Namun, meskipun pertemuan dengan BKN dikabarkan akan segera terjadi, ketidakjelasan proses penanganan ini masih menjadi persoalan utama.
Terlebih lagi, beberapa warga yang kecewa dengan kecepatan penanganan tersebut, berencana untuk mengadu ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) untuk menanyakan status laporan mereka. Jawaban singkat dari Bawaslu, "Katuran (Silahkan *red)," menunjukkan ketidaksiapan lembaga ini untuk memberikan penjelasan yang lebih transparan.
Eneng Nurbaeti menambahkan bahwa saat ini, Kami sudah mengecek SBT, Satu ada yang nunggu verifikasi PPK dan yang lain ya masih menunggu verifikasi BKN, jelasnya.
Tokoh Masyarakat Evi Silvy Shofawi Hayz yang juga seorang Pengacara Rakyat, menyampaikan kekhawatirannya terkait kinerja Bawaslu yang hingga kini masih menunjukkan ketidakpastian.
Dalam pandangannya, lambatnya proses serta kurangnya transparansi dalam penanganan pelanggaran pemilu semakin memunculkan keprihatinan yang mendalam di tengah masyarakat.
"Kita akan terus mengawal, karena ketidakjelasan dan keterlambatan dalam menyelesaikan masalah ini berpotensi merusak kredibilitas Bawaslu," ujarnya.
Menambahkan bahwa situasi ini juga bisa memperburuk citra lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga netralitas pemilu.
Menurut Evi, masyarakat kini menunggu langkah-langkah yang lebih akuntabel dan terbuka dari Bawaslu. Keadaan ini, jelasnya, berpotensi merusak kepercayaan publik yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan demokrasi.
Penanganan yang terlalu lambat dan terkesan ambigu, menurutnya, tidak hanya berisiko meruntuhkan kepercayaan terhadap lembaga pengawas pemilu, tetapi juga terhadap seluruh proses demokrasi itu sendiri.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemerintah dan pihak terkait harus segera bertindak lebih tegas dan responsif dalam menanggapi setiap pelanggaran yang terjadi.
Jika tidak, maka kepercayaan publik terhadap integritas demokrasi yang tengah dijalankan akan semakin tergerus. Pemerintah harus segera merumuskan solusi nyata yang dapat memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pemilu, agar tidak ada ruang bagi ketidakpercayaan untuk berkembang.
"Kecepatan dan ketegasan dalam penindakan adalah kunci untuk mempertahankan integritas proses demokrasi kita," tutupnya.
Dalam situasi yang penuh tantangan ini, keseriusan dalam menjaga sistem pemilu yang jujur dan adil kedepannya harus menjadi prioritas utama bagi semua pihak yang terlibat, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, dan rakyat dapat kembali mempercayakan masa depan negara kepada lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi pengayom mereka, Pungkasnya.
(Red*)
Posting Komentar